Mulai Sabtu (22/6/2013), harga baru bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi
yang lebih mahal berlaku. Setelah empat tahun lebih menikmati premium
dan solar seharga Rp 4.500 per liter, pemilik kendaraan bermotor mesti
merogoh kocek lebih dalam untuk membeli seliter bensin.
Harga premium naik Rp 2.000 menjadi Rp 6.500 per liter dan solar naik
Rp 1.000 jadi Rp 5.500 per liter. Kenaikan harga BBM bersubsidi ini
hampir sama dengan tahun 2008 lalu, tepatnya 24 Mei, pemerintah mengerek
harga premium menjadi Rp 6.000 seliter dan solar menjadi Rp 5.500. Itu
ketiga kalinya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menaikkan harga
BBM selama masa pemerintahannya.
Dan, seperti yang sudah-sudah, bak bensin yang gampang menyambar
ke mana-mana bila tersulut api, begitu juga efek kenaikan harga BBM
bersubsidi. Alhasil, sudah bukan rahasia lagi, infl asi tinggi bakal
mengekor kenaikan harga BBM. Lihat saja tahun 2005 dan 2008 lalu, saat
pemerintah mendongkrak harga premium dan solar. Angka infl asi ketika
itu mencapai dua digit, masing-masing sebesar 17,11 persen dan 11,06
persen.
Tapi, pada kenaikan BBM bersubsidi tahun ini, pemerintah kelewat
percaya diri dan berani mematok target inflasi sepanjang 2013 hanya 7,2
persen. Memang, sih, lima bulan pertama inflasi berlari cukup pelan.
Apalagi, dua bulan terakhir, April dan Mei terjadi defl asi. Sehingga,
inflasi selama Januari hingga Mei lalu baru 2,28 persen.
Deflasi dua bulan berturut-turut tersebut yang membuat pemerintah
makin mantap menaikkan harga BBM. Cuma, menurut Doddy Arifianto, ekonom Universitas MaChung,
Malang, inflansi tahun ini bisa mencapai 8,1 persen. Sebab, setiap
kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar 10 persen akan menyebabkan inflasi
0,8 persen. Maka, dengan kenaikan harga BBM sekitar 33 persen bakal
mendorong infl asi sejauh 2,5 persen.
Doddy memperkirakan, dampak kenaikan harga BBM bersubsidi
terhadap harga barang dan jasa akan berlangsung sampai Desember 2013.
Pada bulan pertama dan kedua yang bertepatan dengan bulan puasa dan
lebaran, efeknya memang sangat besar.
Hanya, Destri Damayanti, Kepala Ekonom Bank Mandiri,
mengingatkan, jika pemerintah tidak melakukan upaya langsung untuk
mengerem kenaikan harga pangan, infl asi bakal terbang tinggi hingga 8,2
persen. Kalau pemerintah mampu menjaga pasokan makanan, inflasi tahun
ini hanya 7,8 persen.
Walau tidak bisa menjadi patokan, berkaca ke pengalaman kenaikan
harga BBM bersubsidi tahun 2008 yang hanya empat hari menjelang bulan
puasa, ketika itu infl asi Oktober mencapai angka fantastis: 8,70
persen. Nah, kenaikan harga BBM tahun 2013 hanya dua pekan menjelang
bulan Ramadhan.
Yang pasti, kenaikan harga BBM bersubsidi yang menyulut inflasi
tinggi bakal menggerus daya beli masyarakat. Destri memproyeksikan, daya
beli masyarakat yang semestinya bisa tumbuh di atas 5,3 persen tahun
ini akan menjadi 5,1 persen.